Tuesday 23 April 2013

Awkun, Cambodia


Jika saya harus bersyukur terhadap panasnya Jakarta, maka kunjungan ke Siem Reap, Kamboja di saat musim kemarau di awal April kemarin, adalah waktu yang tepat. Dengan kisaran 39-40 derajat celcius di siang hari, dan 28-32 derajat celcius di malam hari, membuat saya rindu panasnya Jakarta.

Perjalanan kali ini memakan waktu tiga hari, dengan tujuan bertugas meliput acara Jack Daniel's, yang tidak saya sia-siakan begitu saja. Hari pertama saya langsung menjadi solo traveler menyusuri sebuah lorong kecil di Pub Street, mencari studio tato milik seniman tato Perancis, Lex Roulor (Oli). Sebuah tulisan bahasa Khmer yang intinya adalah "I'm Blessed" terukir manis di pergelangan tangan kanan saya. Setelah selesai dengan urusan ego pribadi, saya serahkan kegiatan saya mengikuti jadwal panitia.





Satu hal mengenai makanan di Siem Reap (mungkin di seluruh Kamboja), rasanya sangat kaya bumbu dan eksotis. Ada yang bilang bahwa beras Kamboja sebenarnya jauh lebih enak dibandingkan beras Thailand, dan saya setuju! Di kota kecil ini pula, untuk pertama kalinya saya menyaksikan Apsara, tarian tradisional Kamboja, belanja dan minum bir murah di Pub Street, serta melihat para korban ranjau darat era Pol Pot, mencari rejeki lewat musik tradisional daripada mengemis. Mereka berpakaian rapi, dengan sesekali sedikit tersenyum kepada para turis yang lalu lalang.










 Perjalanan berikutnya, tentu saja kunjungan ke Ta Prohm dan Angkor Wat. Sayang sekali karena waktu yang terbatas, kami cuma mendapatkan trip setengah hari ke candi-candi ini. Foto-foto diatas diambil berdasarkan sudut pandang saya. Keindahan pohon yang berusia ratusan tahun, artefak, dinding berukir penuh cerita bersejarah, dinding berlubang yang dulunya terisi oleh batu-batu mulia--namun kini sudah hilang semua, tanpa satupun ada di tangan pemerintahan Kamboja, turis, dan binatang yang beristirahat dari panasnya Siem Reap.



 Terakhir, kembali ke Pub Street. Saya suka kawasan ini, terutama lorong-lorong kecil yang menyimpan restoran, cafe mungil dan toko-toko aksesori. Bisa dibilang lorong-lorong ini mengingatkan saya akan Ubud, karena lebih tenang, tidak seperti Pub Street yang selalu ramai, mirip Legian-Kuta di malam hari. Saya juga menyempatkan untuk masuk ke Old Market dan berbelanja disana. Tidak ketinggalan, satu foto biksu yang wajib ada di memori kamera saya.

Beautiful trip indeed =)


No comments:

Post a Comment